Minggu, 18 September 2016

Makanan Berformalin masalah yang terus Berulang



Sebenarnya kasus penggunaan formalin pada tahu, ikan asin, mie basah, ikan laut segar, daging ayam segar hingga bakso, bukanlah berita baru, tetapi selalu berulang setiap tahun. Ketika berbagai media heboh memberitakan hal tersebut, biasanya konsumen akan ramai-ramai berhenti membeli dan mengosumsi makanan tersebut. Namun biasanya hal itu hanya terjadi sesaat. Setelah berita mulai reda, maka produsen akan kembali ke kebiasaannya yang lama, yaitu menggunakan formalin lagi. Konsumen pun tanpa curiga kembali membeli dan mengkonsumsi produk berformalin.

Makanan Berformalin masalah yang terus Berulang

Beberapa alasan mengapa pengusaha senang menggunakan formalin. Penggunaan formalin pada tahu, mie basah, dan ikan asin jenis cumi-cumi misalnya, tidak hanya mampu mencegah kebusukan, tapi juga mampu mengawetkan dalam waktu lama, serta membuat tekstur bahan pangan lebih kenyal. Juga membuat ayam dan ikan segar nampak lebih bersih, putih dan berisi. Konsumen sendiri turut mendorong produsen menggunakan formalin, karena umumnya konsumen menginginkan tahu yang keras dan kenyal, mie yang kenyal,
daging ayam dan ikan yang tidak berbau, serta ikan asin yang putih dan bersih.
Formalin telah dilarang digunakan untuk bahan pangan. Hal itu telah diatur dalam permenkes No.722/Menkes/Per/IX/88. Alasannya, pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia dengan gejala: sulit menelan, mual, sakit perut, yang akut disertai muntah-muntah, diare berdarah, gangguan pada susunan saraf atau gangguan peredaran darah.

Tata cara perniagaan formalin sebenarnya telah diatur dengan surat keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.54/MPP/KEP/7/2000 dan impor formalin hanya boleh dilakukan importir yang diakui Dirjen Perdangan Luar Negeri. Perusahaan non pangan diperbolehkan mengimpor hanya untuk dipakai sendiri. Namun sampai saat ini tidak ada pengawasan peredaran formalin di pasaran. Para pengrajin atau pedagang tahu, mie, ikan, ayam, dapat membeli formalin dengan bebas di toko bahan kimia tanpa pernah ditanya untuk keperluan apa. Pengawasan penggunaan formalin pun tidak jalan, kalaupun ada, sifatnya hanya sementara saja dan merupakan kegiatan proyek yang sangat tergantung pada ketersediaan dana. Karena itu inspeksi di lapangan tidak bisa secara rutin dan terus menerus. Tapi peraturan dan perundang-undangan ini tidak pernah dengan tegas diberlakukan, Disisi lain, konsumen sendiri kurang cerewet, cepat lupa, dan mudah memaafkan. Kondisi itu nampaknya dimanfaatkan benar oleh para pedagang yang ingin mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Jadi konsumen sendirilah yang nampaknya harus pandai-pandai menjaga diri dan keluarganya dari makanan berformalin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar