Oleh : Dra. Wigang Solandjari, Dosen AKAFARMA PIM
Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam (Back to Nature) untuk
memelihara kesehatan tubuh dengan memanfaatkan obat bahan alam yang
tersedia melimpah di tanah air ini mengakibatkan industri di bidang obat
tradisional berusaha meningkatkan kapasitas produksinya. Berkembangnya
pasar bagi
peredaran obat tradisional ini juga berperan dalam
menumbuhkan industri baru di bidang obat tradisional dan meningkatnya
peredaran obat tradisional yang berasal dari negara lain. Kecenderungan
kembali ke alam ini didasari alas an umum bahwa obat bahan alam
merupakan bahan yang aman digunakan dan mudah didapat.
Badan POM selaku badan yang memiliki kewenangan mutlak didalam
pengawasan obat dan makanan di Indonesia, terus berupaya untuk memenuhi
keinginan masyarakat dengan meningkatkan perannya didalam melindungi
masyarakat dari peredaran obat tradisional yang belum memenuhi syarat
mutu dan keamanan. Disamping itu, Badan POM juga berperan dalam membina
industri maupun importir/ distributor secara komprehensif mulai
pembuatan, peredaran, dan distribusi supaya masyarakat terhindar dari
penggunaan obat tradisional yang berisiko bagi pemeliharaan kesehatan.
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar
yaitu dengan evaluasi produk pada saat pendaftaran (pre marketing
evaluation/ product safety evaluation), inspeksi sarana produksi sampai
kepada pengawasan produk di peredaran (post marketing surveillance).
Definisi Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat tradisional dilarang
menggunakan: Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
Narkotika atau psikotropika; Hewan atau tumbuhan yang dilindungi.
Sampai saat ini Badan POM masih menemukan beberapa produk obat
tradisional yang di dalamnya dicampuri bahan kimia obat (BKO). BKO di
dalam obat tradisional inilah yang menjadi selling point bagi produsen.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan produsen akan
bahaya mengonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis
maupun cara penggunaannya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan
penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi
cepat pada tubuh.
Konsumen yang tidak menyadari adanya bahaya dari obat tradisional
yang dikonsumsinya, apalagi memerhatikan adanya kontraindikasi
penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun
interaksi bahan obat yang terjadi apabila pengguna obat tradisional
sedang mengkonsumsi obat lain, tentunya sangat membahayakan.
Untuk itulah Badan POM secara berkesinambungan melakukan pengawasan
yang antara lain dilakukan melalui inspeksi pada sarana distribusi serta
pengawasan produk di peredaran dengan cara sampling dan pengujian
laboratorium terhadap produk yang beredar. Informasi adanya BKO di dalam
obat tradisional juga bisa diperoleh berdasarkan laporan / pengaduan
konsumen maupun laporan dari Yayasan Badan Perlindungan Konsumen
Nasional.
Menurut temuan Badan POM, obat tradisional yang sering dicemari BKO
umumnya adalah obat tradisional yang digunakan pada table berikut .
Bagaimanakah mengidentifikasi secara cepat adanya BKO di dalam obat tradisional.
Yang dapat dilakukan secara cepat sebagai tindakan kewaspadaan terhadap
obat tradisional yang tidak bermutu dan bahkan mungkin tidak aman adalah
:
• Apabila produk di klaim dapat menyembuhkan bermacam-macam penyakit.
• Bila manfaat atau kerja obat tradisional dirasa sedemikian cepatnya terjadi (cespleng).
Untuk melindungi masyarakat dari bahaya akibat penggunaan obat
tradisional yang dicemari BKO, Badan POM RI telah memberikan peringatan
keras kepada produsen yang bersangkutan dan memerintahkan untuk segera
menarik peredaran produk serta memusnahkannya. Apabila peringatan
tersebut tidak ditanggapi, Badan POM dapat membatalkan ijin edar produk
dimaksud bahkan mengajukanya ke pengadilan. Tindakan produsen dan
pihak-pihak yang mengedarkan produk obat tradisional dengan menambah BKO
telah melanggar UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kepada masyarakat dihimbau, apabila mengkonsumsi jamu agar selalu
memperhatikan nomor pendaftaran, aturan pakai, perhatian / peringatan
yang tercantum pada etiket / label produk tersebut serta menghindari
mengkonsumsi produk yang dicemari BKO seperti yang tercantum dalam
daftar lampiran Public Warning yang dikeluarkan Badan POM. Apabila jamu
yang dikonsumsi memberikan efek terapi atau kasiat yang cepat maka
sebaiknya diwaspadai mengandung BKO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar